Kamis, 12 Februari 2009

Sistem Ekonomi Islam






SISTEM MONETER ISLAM
Fokus pembahasan
-Teori Permintaan dan Penawaran Uang-
-Instrumen kebijakan Moneter-
By : Gusniarti

I. PENDAHULUAN
Kebijaksanaan moneter adalah penggunaan variable instrumental oleh bank sentral untuk mempengaruhi pendapatan, kesempatan kerja dan tingkat harga. Dalam definisi lain sebagaimana yang dikemukakan oleh Prathama Rahardja dan Mandala Manurung dalam “Teori Ekonomi Makro” adalah upaya mengendalikan perekonomian makro ke kondisi yang diinginkan (yang lebih baik) dengan mengatur jumlah uang beredar. Kebijakan moneter meliputi semua tindakan pemerintah yang bertujuan mempengaruhi jalannya perekonomian melalui penambahan atau pengurangan jumlah uang yang beredar. Jadi kebijakan moneter adalah kebijakan pemerintah dalam mengatur jumlah uang beredar baik menambah atau memperbanyak untuk menstabilkan perekonomian. Pertumbuhan jumlah uang beredar sebaiknya mengikuti pertumbuhan ekonomi, sehingga secara tidak langsung dapat menekan tingkat pengangguran.
Sistem bunga dalam sektor perbankan tidak dibolehkan dalam perekonomian Islam. Sistem keuangan Islam menerapkan sistem pembagian keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing) bukan sistem bunga dengan penetapan kepastian return di muka. Besar kecilnya pembagian keuntungan yang diperoleh nasabah perbankan Syariah ditentukan oleh besar kecilnya pembagian keuntungan yang diperoleh bank dari kegiatan investasi dan pembiayaan yang dilakukan disektor riil. Hasil dari investasi dan pembiayaan yang dilakukan bank di sektor riil menentukan besar kecilnya pembagian keuntungan di sektor moneter. Jika investasi dan pembiayaan di sektor riil berjalan lancar, maka return pada sektor moneter juga meningkat, jadi kondisi sektor moneter sebenarnya cerminan dari dari sektor riil.
Kegiatan yang tinggi dalam bidang produksi dan perdagangan akan mempertinggi jumlah uang beredar, sedangkan perekonomian yang lesu akan berakibat rendahnya perputaran dan jumlah uang beredar. Pembahasan sistem moneter sangat luas, dalam makalah ini, penulis memfokuskan pembahasan pada teori permintaan dan penawaran uang serta instrumen kebijakan moneter. Berbicara tentang sistem moneter tidak terlepas dari permintaan dan penawaran uang itu sendiri baik oleh individu ataupun lembaga serta instrument moneter yang dijadikan tool untuk mengatur perekonomian berjalan lancar dan seimbang.

II. KERANGKA TEORI
A. TEORI PERMINTAAN
1. Teori Permintaan Uang Konvensional
a. Irving Fisher (Classic)
Teori permintaan uang klasik tercermin dalam teori kuantitas uang. Teori Kuantitas (The Quantity Theory of Money) beranalogi bahwa orang memegang uang untuk membeli barang dan jasa. Makin banyak transaksi berarti makin banyak uang yang diperlukan. Keberadaan uang pada hakikatnya adalah flow concept, artinya keberadaan ataupun permintaan terhadap uang tidak dipengaruhi oleh suku bunga. Besar kecil uang ditentukan oleh kecepatan perputaran uang (velocity of money). Teori kuantitas uang dirumuskan oleh Fisher dengan MV = PT . Kinerja di sektor riil merupakan cerminan di sektor moneter. Untuk mencapai keseimbangan maka permintaan uang harus sama dengan penawaran uang.
Hal yang terpenting pada konsep Fisher ini adalah:
 Uang (modal) adalah flow concept
• Money demand tergantung dari PT Y
• Motif memegang uang untuk transaksi
• No effect of interest rate
b. Marshall – Pigou (Cambridge)
Pada saat bersamaan Marshall dan Pigou dari universitas Cambridge juga mengembangkan formula yang hampir sama, namun pada hakikatnya berbeda. Formulasi berbeda versi Cambridge adalah:
M = k. PT
k = 1/v
M = 1/v PT
MV = PT
Walaupun secara matematis k dapat dipindahkan ke kiri atau ke kanan, akan menjadi MV = PT namun secara filosofi konsep ini berbeda. k pada persamaan di atas menyatakan demand for holding money untuk tingkat pendapatan tertentu. Keberadaan k sebagai turunan 1/v merupakan tingkat keinginan seseorang untuk menyimpan sebahagian kekayaannya. Semakin besar k semakin besar keinginan untuk memegang uang. Uang sebagai salah satu cara untuk menyimpan kekayaan. Ini berarti bahwa uang adalah stock concept. Oleh karena itu kelompok Cambrige menyatakan bahwa uang adalah salah satu cara menyimpan untuk menyimpan kekayaan (store of value).
c. Keynes ( Cambrige)
Mengembangkan teori Marshall dan Pigou tentang “Individual Choice”. Keinginan seseorang untuk mengatur uang dipengaruhi oleh tiga hal:
1) Transaction (transaksi) Mdtr = f (Y)
Permintaan uang meningkat dalam bentuk penggunaan pembayaran sehari-hari.
2) Precautionary (berjaga-jaga) Mdpre = f (Y)
Permintaan uang untuk berjaga-jaga dan kebutuhan mendadak
3) Speculation (spekulasi) Mdsp = f ( i )
Timbul akibat ketidapastian mengenai nilai uang dari aset lain yang dimiliki individu.
Jadi money demand dipengaruhi oleh pendapatan - Y ( hub. + ) dan interest- i (hub. - ) artinya semakin tinggi pendapatan maka permintaan akan uang untuk keperluan transaksi dan berjaga-jaga meningkat, berbanding terbalik dengan interest di mana semakin tingi interest, maka permintaan uang untuk spekulasi semakin kecil begitu pula sebaliknya.

2. Teori Permintaan dan Penawaran Uang dalam Islam
Landasan filosofi dari teori permintaan uang dalam Islam adalah bahwa Islam mengarahkan sumber-sumber daya yang ada untuk dialokasikan secara maksimum dan efesien. Beberapa mazhab dalam ekonomi Islam dalam hal ini:
a. Mazhab Iqtishaduna
1) Teori Permintaan Uang
Permintaan akan uang hanya ditujukan pada dua tujuan pokok yaitu transaksi dan berjaga. Secara matematik formula permintaan uang dapat ditulis sebagai berikut:
Md = Mdtrans + Mdprec
Permintaan uang untuk transaksi merupakan fungsi dari tingkat pendapatan seseorang dimana semakin tinggi pendapatan seseorang maka permintaan uang untuk memfasilitasi transaksi barang dan jasa juga meningkat. Fungsi permintaan uang untuk motif berjaga-jaga ditentukan oleh besar kecilnya harga barang tangguh untuk pembelian barang tunai.
Masing-masing fungsi dari permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga dapat kita tuliskan sebagai berikut:
Mdtrans = f (Y)+
Mdprec = f (Y+, Pt/Po-)
Dalam formula permintaan uang di atas dapat dijelaskan bahwa permintaan uang untuk transaksi dipengaruhi oleh pendapatan mempunyai koefisien positif artinya semakin tinggi pendapatan maka permintaan uang untuk transaksi juga semakin tinggi, sebaliknya semakin rendah pendapatan maka permintaan uang untuk transaksi juga semakin rendah. Pemintaan uang untuk berjaga-jaga merupakan fungsi dari pendapatan yang berkoefisien positif seperti motive transaksi dan Pt/Po (besarnya rasio future price dengan present price) yang berkoefisien negative artinya apabila harga bayar tangguh meningkat maka permintaan uang untuk motive precautionary menurun, begitu juga sebaliknya. Apabila harga tangguh meningkat maka akan mengurangi permintaan uang kas riil karena orang lebih senang memegang barang yang harganya meningkat di masa mendatang daripada memegang dalam wujud uang kas.
Meningkatnya permintaan uang untuk transaksi akan meningkatkan velositas daripada uang (V naik). Selanjutnya dengan meningkatnya velositas uang akan mengakibatkan meningkatnya harga bayar tangguh (Pt/Po). Meningkatnya rasio harga bayar tangguh (Pt/Po) akan mengurangi permintaan uang untuk motive precautionary. Berkurangnya permintaan uang untuk motive precautionary berarti meningkatnya permintaan uang untuk motive transaction. Lebih sederhana bisa dilihat dalam chart di bawah ini:
Mdtrans ↑ → V ↑ → Pt/Po ↑ → Mdprec↓→Mdtrans↑
Dalam sebuah grafik dalam dijelaskan bahwa permintaan uang mempunyai kemiringan negative berslope ke kanan. Pergerakan sepanjang kurva ( titik a ke titik b) pada kurva Md1 dipengaruhi oleh perubahan-perubahan harga pada Pt/Po. Sedangkan pergeseran kurva dari Md1 ke Md2 diakibatkan karena adanya perubahan-perubahan pada variable exogen, seperti peningkatan export dan impor, hari raya, dll.
Pt/Po
Md
2) Penawaran Uang (Money Supply)
Pandangan utama dari mazhab ini adalah banwa jumlah uang yang beredar elastis sempurna, di mana pemerintah sebagai otoritas moneter tidak mampu mempengaruhi jumlah uang beredar. Pendapat ini berdasarkan refleksi gambaran ekonomi pada masa Rasulullah saw. Pada masa Nabi saw, mata uang yang beredar adalah Dinar dari Roma dan Dirham dari Persia. Tinggi rendahnya permintaan akan dinar dan dirham tergantung dari perdagangan barang dengan luar negeri. Jika permintaan akan uang naik, maka dinar akan diimpor dengan cara pasar melakukan ekspor barang ke Roma (untuk mendapatkan dinar) atau ke Persia (untuk mendapatkan dirham). Namun jika permintaan uang turun, impor barang dari luar negerilah yang akan diakukan.
Perdagangan yang bebas cukai, relatif kecil wilayahnya, perdagangan relatif baik serta adanya kesamaan antara nilai instrinsik dan nilai nominalnya mengakibatkan pemerintah tidak mampu untuk mengendalikan jumlah uang beredar. Ini juga didukung tidak adanya bank sentral yang melakukan percetakan uang pada masa Rasulullah saw.

b. Mazhab Mainsteram
1) Permintaan Uang
Seperti halnya mazhab pertama di mana permintaan uang dalam Islam hanya dikategorikan dalam dua hal yaitu permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga. Perbedaan baru terlihat pada variable yang mempengaruhi prilaku permintaan untuk motive precautionary. Pengenaan pajak pada aset produktif yang menganggur merupakan strategi utama yang digunakan oleh mazhab ini. Pajak atas aset yang menganggur atau dues of idle fund bertujuan untuk mengalokasikan setiap sumber dana yang ada pada kegiatan produktif. Secara matematis, permintaan uang untuk mazhab ini dapat dirumuskan :
Md = Mdtran + Mdprec
Mdtran = f ( Y )
Mdprec =f (Y+, µ-)
µ = dues of idle of fund (pengenaan pajak terhadap aset yang menganggur). Permintaan uang untuk precautionary motive berkoefesien negative artinya semakin tinggi nilai µ, semakin kecil permintaan akan uang untuk motif berjaga-jaga karena biaya resiko untuk membayar pajak terhadap uang tunai tersebut menjadi naik. Dalam kondisi seperti ini seseorang akan berusaha memperkecil pajak yang dia bayarkan kepada pemerintah dengan cara mengurangi kekayaan yang idle.
Semakin tinggi nilai µ maka velocity of money juga meningkat. Peningkatan velocity of money akan mnegurangi permintaan uang untuk berjaga-jaga dan sekaligus meningkatkan permintaan uang untuk transaksi. Peningkatan uang yang digunakan untuk transaksi dan investasi akan berdampak pada peningkatan nasional. Dalam chart bisa kita lihat:
µ↑ → Mdprec↓ → Mdtrans↑ → V↑ → Y↑

2) Penawaran Uang
Penawaran uang menurut mazhab ini sepenuhnya dikontrol oleh negara sebagai monopoli dari penerbitan uang yang sah (legal tender). Keberadaan Bank Sentral adalah untuk menerbitkan mata uang dan menjaga nilai tukarnya agar dapat berada pada nilai yang stabil. Kurva penawaran uang yang inelastis sempurna dapat digambarkan sebagai berikut;
µ




Ms
0 Ms2 Ms1
Bentuk kurva Ms tegak lurus dari dengan garis horizontal Ms, artinya pergerakan Ms1 dari dan ke Ms2 tidak dipengaruhi oleh pergerakan oleh nilai µ, melainkan oleh variable exogen di luar sistem itu, dalam hal ini bank sentral sebagai pemegang otoritas moneter. Sedangkan pergerakan µ hanya akan berdampak pada pergerakan sepanjang kurva Ms.
Suatu kondisi penting bagi keseimbangan uang adalah permintaan uang sama dengan penawaran uang artinya Md = Ms. Jika terjadi kelebihan permintaan uang, maka instrumen yang digunakan yang digunakan pada tingkat yang stabil adalah menaikkan biaya atas aset yang menganggur (µ). Jika terjadi kelebihan permintaan uang berarti banyak uang yang idle. Kebijakan menaikkan µ akan berdampak pada kenaikan permintaan uang untuk transaksi investasi dan konsumsi
c. Mazhab Alternative
1) Permintaan Uang
Permintaan uang dalam mazhab ini sangat erat kaitannya dengan konsep endogenous uang dalam Islam. Teori endogenous uang dalam Islam secara sederhana dapat kita artikan bahwa keberadaan uang pada hakikatnya adalah respesentasi dari volume transaksi yang ada dalam sektor riil. Islam menganggap bahwa perubahan nilai tambah ekonomi tidak dapat didasarkan semata-mata pada perubahan waktu. Nilai tambah uang terjadi jika dan hanya dimanfaatkan secara ekonomis selama uang tersebut dipergunakan. Nilai tambah uang dan jumlahnya hanyalah representasi dari perubahan dan pertambahan di sektor riil. Menurut Choudhury, permintaan uang adalah representasi dari keseluruhan kebutuhan transaksi di sektor riil. Semakin tinggi kapasitas dan volume transaksi di sektor riil, maka permintaan uangpun meningkat. Permintaan uang sebagai manifestasi dari aktual kapasitas sektor riil adalah penjumlahan total permintaan uang oleh individu atau lembaga keuangan. Variable variable yang mempengaruhinya adalah ratio profit sharing antara shabihul maal dan mudharib yang berkoefesien positif, di mana semakin tinggi semakin tinggi tingkat rb maka individu akan termotivasi untuk menginvestasikan uangnya disektor riil. Pendapatan riil (y) berkoefesien positif artinya semakin tinggi pendapatan maka semakain tinggi permintaan uang untuk motive transaksi. Harga-harga atau inflasi mempunyai hubungan berbanding terbalik dengan banyaknya permintaan uang, semakin tinggi harga maka orang akan lebih cendrung untuk menyimpan kekayaan dalam bentuk benda. Total pengeluaran keuangan nasional (S) berkoefesien positive dalam arti kata semakin tinggi S , maka semakin tinggi permintaan uang untuk motive transaksi. Begitu juga dengan kebijakan pemerintah dalam regulasi dan kondisi sosial ekonomi berkoefesien positive. Tiap – tiap variable harus diketahui kondisinya secara objektif oleh masyarakat. Kualitas pengetahuan akan mempengaruhi besarnya permintaan uang yng dinginkan oleh pelaku ekonomi. Secara matematis rumusannya:
Md = f (rb+, y+, p-, S+, X+, Y+) [ Ѳ ]
.rb = ratio profit sharing antara shahibul maal dan mudharib.
.y = pendapatan riil
P = tingkat harga-harga atau inflasi
S = Total keuangan pengeluaran nasional
X = sosial ekonomi
Y = Kebijakan pemerintah dalam regulasi ekonomi
Ѳ = Induced knowledge (pengetahuan masyarakat akan kondisi
objektif tiap-tiap variable)
2) Penawaran Uang
Keberadaan uang pada dasarnya terintegrasi dalam sistem sosial ekonomi yang berlaku sehingga value atau jumlah uang bukanlah variable utuh yang berdiri sendiri tetapi terintegrasi dalam sebuah sistem yang komplek menjadikan uang tidak independen atau bukanlah variable exogenous.
Dalam teori endegenous uang, instrument yang digunakan untuk mempertemukan fungsi penawaran dan permintaan uang adalah variable yang mampu merefleksikan kondisi sebuah perekonomian. Semakin prospek dan bagus sektor riil, maka variable ini akan bergerak naik. Variable tersebut adalah tingkat keuntungan rata-rata dari semua investasi mudharabah atau musyarakah. Variable ini dipandang mampu untuk merefleksikan tingkat perkembangan perekonomian di sektor riil. Keseimbangan antara petumbuhan volume uang dengan pertumbuhan volume perekonomian di sektor riil menjadi sumber inspirasi bagi teori endogenous uang.
Penawaran uang dipengaruhi oleh actual spending demand dalam kebutuhannya untuk transaksi di pasar barang dan jasa. Ms hanya representasi dari Md, maka variable-variable yang mempengaruhi Ms tidak jauh berbeda dengan Md. MS adalah fungsi dari:
Ms = f (π+, y+, p+, S+,R-, X+, Y+) [ Ѳ ]
π = profit rate
R = Reseve requirement
.y = pendapatan riil
P = tingkat harga-harga atau inflasi
S = Total keuangan pengeluaran nasional
X = sosial ekonomi
Y = Kebijakan pemerintah dalam regulasi ekonomi
Ѳ = Induced knowledge (pengetahuan masyarakat akan kondisi
objektif tiap-tiap variable)
Dari variable di atas, bisa dilihat bahwa hanya variable R yang mempunyai hubungan negative. Semakin tinggi R, maka maka dana pihak ketiga yang harus disimpan bank umum meningkat sehingga penawaran uang di pasar akan turun.
Kondisi objektive pasar akan tercipta jika tiap individu dalam pengambilan keputusan ditentukan oleh informasi aktual bukannya ekspektasi subjektif seorang individu.Kondisi kesehatan ekonomi yang diukur dari seberapa besar pelaksanaan sistem syariah yang telah dilakukan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan objektivitas muncul dari preferensi tiap individu. Md akan menentukan level Ms dan keduanya akan secara bersama-sama akan bergerak menuju tingkat keseimbangan. Syarat mutlak adanya pergerakan Md dan MS adalah adanya transformasi pengetahuan oleh pelaku ekonomi.

3. Perbandingan
Lebih jelas bisa kita lihat perbandingan dalam tabel di bawah ini:
Keterangan KONVENSIONAL MAZHAB DALAM EK. ISLAM
Aliran /Mazhab Irving Fisher Marshall-Pigou Keynes Iqtishaduna Mainstream Alternative
Motive MD Transaction
Precautionary Transaction
Precautionary Transaction
Precautionary
Speculation Transaction
Precautionary Transaction
Precautionary Transaction
Precautionary

Money Concept Flow Concept Stock Concept Stock Concept Flow Concept Flow Concept Flow Concept
Rumus MV=PT MV=k. PT MV=k.PT MV=PT MV=PT MV=PT
Fungsi dari MD Mdtr = f (Y+)
Mdpre = f (Y+)
Mdtr = f (Y+)
Mdpre = f (Y+)
Mdtr = f (Y+)
Mdpre = f (Y+)
Mdsp = f ( i-)
Mdtr = f (Y+)
Mdpre = f (Y+,pt/po-)
Mdtr = f (Y+)
Mdpre = f (Y+, µ- )
Md = f (rb+, y+, p-, S+, X+, Y+) [ Ѳ ]


Fungsi dari MS Not discuss in this paper Not discuss in this paper Not discuss in this paper Pasar Pemerintah Ms = f (π+, y+, p+, S+,R-, X+, Y+) [ Ѳ ]



B. INTRUMEN KEBIJAKAN MONETER
1. Instrument Kebijakan Moneter Konvensional
Bank Sentral selaku pelaksana kebijakan moneter, menjalankan kebijakan yang bersifat kuantitatif (quantitative control policy) dan kualitatif (qualitative control policy). Instrumen-instrumen yang yang biasa digunakan dalam menjalankan kebijakan kuantitatif adalah:
a. Pengaturan tingkat bunga dan diskonto (rediscount rate policy)
Kebijakan moneter yang dilakukan Bank Sentral untuk mengontrol jumlah uang beredar (JUB) dengan cara menaikkan atau menurunkan tingkat bunga atau tingkat diskonto (tingkat bunga yang ditetapkan oleh Bank Sentral kepada bank-bank umum terhadap penjualan surat-surat berharga yang likuiditasnya tinggi). Ini akan mempengaruhi tingkat bunga pinjaman bank-bank umum kepada masyarakat.
Dalam kondisi tertentu, bank-bank mengalami kekurangan uang, sehingga mereka harus meminjam kepada Bank Sentral. Kebutuhan ini dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengurangi atau menambah jumlah uang beredar.
Jika JUB di masyarakat terlalu banyak, maka Bank Sentral akan menaikkan discount rate-nya tehadap bank-bank umum untuk membatasi niat masyarakat melakukan pinjaman sehingga diharapkan JUB tidak bertambah lagi dan bahkan bisa ditekan dengan masuknya dana masyarakat ke bank. Jika di rasa JUB terlalu sedikit maka pemerintah melalui Bank Sentral akan melakukan kebijakan moneter dengan menurunkan tingkat bunga bank dan atau tingkat diskonto, dengan harapan daya beli masyarakat (purchase power) bertambah dengan adanya tingkat bunga pinjaman yang rendah. Naik turunnya tingkat diskonto dan bunga mempunyai implikasi langsung terhadap kebijakan operasi pasar terbuka (open market operation).
b. Pengaturan operasi pasar (open market operation - OMO).
Pemerintah mengendalikan uang beredar dengan cara menjual atau membeli surat-surat berharga milik pemrintah. Jika ingin mengurangi jumlah uang beredar, maka pemerintah menjual surat-surat berharga (open market selling). Dengan demikian uang yang ada dalam masyarakat mengalir ke otoritas moneter, sehingga jumlah uang beredar berkurang. Jika ingin menambah jumlah uang beredar, maka pemerintah membeli kembali surat-surat berharga tersebut (open market buying).
Di Indonesia operasi pasar terbuka dilakukan dengan menjual atau membeli Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU). Jika ingin mengurangi jumlah uang beredar pemerintah menjual SBI dan SBPU.
c. Rasio Cadangan Wajib ( Reserves Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib juga juga dapat mengubah jumlah uang beredar. Jika rasio cadangan wajib diperbesar, maka kemampuan bank memberikan kredit akan lebih kecil dari sebelumnya. Pemerintah dapat mengontrol kelebihan JUB dengan menaikkan atau menurunkan tingkat RR-nya, karena semakin besar tingkat RR, akan mengakibatkan cadangan yang dapat disalurkan kepada asyarakat semakin kecil. Sebaliknya semakin kecil tingkat RR akan mengakibatkan cadangan yang dapat disalurkan kepada masyarakat semakin besar.
d. Imbauan Moral (Moral Persuasion)
Imbauan moral adalah pendekatan kualitatif yang dilakukan dengan mengadakan pendekatan langsung kepada bank-bank umum, dengan turut mengawasi kebijakan bank-bank umum dalam memberikan pinjaman kepada para nasabahnya agar lebih selektif. Seperti Gubernur BI dapat memberikan saran agar berhati-hati dengan kreditnya.

2. Instrument Moneter Islam
a. Mazhab Iqtishaduna
Tidak diperlukan suatu kebijakan moneter diakrena hampir tidak adanya sistem perbankan dan minimnya pengunaan uang. Jadi tidak ada alasan yang memadai untuk malakukan perubahan-perubahan dalam penawaran uang (Ms). Selain itu kredit tidak mepunyai peran dalam dalam penciptaan uang, karena kredit hanya digunakan di antara para pedagang saja serta peraturan pemerintah tentang surat peminjaman dan instrumen negosiasi yang dirancang sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan sistem kredit menciptakan uang. Sistem yang diterapkan oleh pemerintah yang berhubungan dengankonsumsi, tabungan dan investasi telah menciptakan instrumen otomatis untuk pelaksanaan kebijakan moneter.
b. Mazhab Maintream
Instrumen yang digunakan untuk mempengaruhi Permintaan Agregative adalah dues of idle fund. Peningkatan dues of idle fund akan mengalihkan permintaan uang yang sedianya ditujukan untuk penimbunan uang/aset yang produktif kepada tujuan uang yang akan meningkatkan produktivitas uang tersebut di sektor riil sehingga investasi meningkat. Peningkatan investasi berdampak pada peningkatan Permintaan Agregative, sehingga keseimbangan umum yang baru akan berada pada tingkat pendapatan nasionla yang lebih tinggi.

c. Mazhab Alternative
Sistem kebijakan moneter yang diajurkan oleh mazhab alternative adalah syuratiq process yaitu di mana suatu kebijakan yang diambil oleh otoritas moneter berdasarkan musyawarah sebelumnya dengan otoritas sektor riil. Jadi keputusan – keputusan kebijakan moneter yang dituang dalam bentuk instrumen moneter biasanya adalah harmonisasi dengan kebijakan-kebijakan di sektor riil.
Kebijakan di sektor moneter adalah derivasi dari sektor riil dan harmonisasi dengan sektor riil. Harmonisasi antara sektor riil dan moneter akan menghasilkan suatu kurva jangka panjang dari Ms dan Md yang berbentuk seperti jalinan tambang yang harmonis dengan pertumbuhan pendapatan nasional (Y).
Jika terjadi peningkatan Permintaan Agregative sebagai akibat dari peningkatan-peningkatan pada konsumsi, atau net export, atau tingkat investasi atau tingkat belanja pemerrintah, maka akan terjadi kenaikan permintaan uang (Md 1 ke Md 2) di pasar uang. Responnya otoritas moneter akan meningkatkan penawaran uang dari Ms1 ke Ms2 (kebijakan yang harmonis dengan sektor riil). Jika kemudian terjadi lagi peningkatan permintaan uang (Md), amak otoritas moneter akan merespon hal yang sama yang meningkatkan lagi penawaran uang (Ms). Bisa digambarkan dengan ilustrasi grafis sebagaimana di bawah ini seperti tambang yang melilit dan berslope positive.
Expected Return
Ms1 Ms2 Ms3

Md = Ms in the long run


Md1 Md2 Md3

Money


III. ANALISIS PENERPAN DI NEGARA MUSLIM DAN NON-MUSLIM
1. Negara Muslim
Aplikasi Instrumen moneter syariah yang diterapkan di negara Muslim seperti Iran dan Sudan :
A. Iran
Iran adalah satu-satunya negara yang menerapkan sistem perekonomian dengan mengacu kepada pemikiran teori pemikiran ekonomi Islam Mazhab Iqtishaduna. Banyak modifikasi yang dilakukan oleh otoritas moneter di Iran terhadap sistem perbankannya agar tetap kompetitif di era persaingan global ini. Berikut instrument yan dipakai
1. Reserve Requirement Ratio. Rasio cadangan dari 10% sampai 30%, biasanya digunakan untuk menarik dana yang dianggurkan yang secara secara potensial dapat digunakan dala peningkatan likuiditas.
2. Adjusted Open Market Operation.
3. Discount Rates. Karena adanya pelarangan riba, maka instrumen ini tidak digunakan seluas konvensional. Discounting ini terjadi pada sekuritas yang berdasarkan pada transaksi riil.
4. Credit Ceiling.
5. Minimun Expecting Profit Ratio of Bank dan Bank’s share of Profit in Various Contract.
B. Sudan
Instrument-instrument yang digunakan oleh Bank Central Sudan dalam operasionalnya:
1. Reserve Requirement. RR paling kurang disediankan 20% (10% untuk simpanan mata uang asing).
2. Bank-bank komersial harus mencapai dan memelihara rasio likuiditas sebesar 10% dari dana giro dan tabungan dalam bentuk mata uang lokal.
3. Plafon kredit 90% diprioritaskan pada:
a. Pertanian
b. Ekspor
c. Perindustrian
d. Pertambangan dan energi
e. Transfortasi dan peegudangan
f. Profesionalisme, pengrajin, dan bisnis keluarga kecil
g. Perumahan rakyat.
h. Investasi pada pasar saham resmi Khartoum.
4. Marjin keuntungan minimum murabahah 10% - 50%.
5. Penyertaan minimum nasabah untuk perjanjian musyarakah sebgai alat untuk mengatur jumlah ketersediaan sumber daya untuk kredit.
6. Aturan kredit kualitatif dan kuantitatif.
a. Minimum 50% dari kredit diberikan kepada daerah rural.
b. Kredit tidak diberikan kepada orang atau institusi yang gagal sebelumnya.
c. Seluruh kredit harus dipastikan memenuhi ketentuan syariah.
7. Foreign Exchange Operation
8. OMO dengan menggunakan instrumen
a. Central Bank Musharaka Certificate (CMC).
b. Goverment Musharaka Certificate (GMC).
9. Ijarah Sertificate (Sukuk). Sukuk ini merepresentasikan tiga perjanjian dasar:
a. Perjanjian pembelian aset
b. Perjanjian sewa menyewa.
c. Perjanjian penjualan aset.
C. Indonesia
BI dalam menjalankan fungsi bank sentralnya mempunyai instrument sebagai syariah di antaranya (di samping instrument konvensional):
a) Giro Wajib Minimum.
Dalam pelaksanaannya besaran GWM adalah 5% dari pihak ketiga yang berbentuk rupiah dan 3% yang berbentuk mata uang asing.
b) Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah (Sertifikat IMA)
c) Sertifikat Wadiah Bank Indonesia - SWBI (sekarang menjadi Sertifikat Bank Indonesia Syariah – SBIS)
d) Dll
D. Negara Non Muslim
Instrument moneter utama yang digunakan di negara-negara non-Muslim:
Negara Operating Target Instrument Utama

Emerging Economies
Brasil Overnight interbank rate (SELIC) Open Market Operation (OMOs) menggunakan Treasury Bonds atau bonds yang dikeluarkan oleh bank sentral
Cile Real Overnight interbank rate tied to CPI with 20-day lag OMOs melalui penerbitan central bank , paper and repos
Kolombia Overnight repo rate OMOs withrepos and goverment securities
Ceska Two weekinterbank rate Daily two-week repo operations
Israel Interest rate on short-term loans to and deposit from banks Fixed-term and daily auctions for deposit from banks, overnight discount window loan to banks, and OMOs with treasury bills
Hongaria Short-term interbank rate Weekly auctions of two week central bank deposits and three months central bank bills
Hongaria Short-term interbank rate Weekly auctions of two week central bank deposits from banks, overnight discount window loans to banks, and OMOs with treasury bills
Korea Overnight interbank rate OMOs with goverment securities
Meksiko Aggregate commercial bank current account balance with the central bank OMOs with goverment or central banks securities
Polandia 28-day National Bank of Poland bill rate OMOs with central bank bills
Afrika Selatan Overnight interbank rate OMOs with goverment securities
Thailand Two-week repo rate OMOs with repos

Negara Industri
Australia Overnight interbank rate OMOs with repos and outright transactions and foreign exchange swaps
Kanada Overnight rate Operating band enforced through standing fasilities.
Finlandia Short-term money market rate OMOs with goverment securities (monthly repos and outright OMOs)
Iceland Short-term money market rate OMOs with respons and outright transactions and foreign exchange swaps
Norwegia Overnight interbank rate OMOs with fixed rate deposits and fixed rate collateralized loand
Spanyol Overnight interbank rate OMOs with goverment securities and central bank paper
Swedia Overnight interbank rate OMOs with repos
United Kingdom Overnight interbank rate OMOs with repos

E. Analisis
Di beberapa negara Muslim seperti Iran, Sudan dan Indonesia belum sempurna penerapan instrumen syariah. Instrument syariah baru usaha untuk mensyariah secara bertahap belum secara kaffah. Negara – negara ini belum bisa terlepas sepenuhnya dari sistem kovensional. Apalagi Indonesia, di samping instrument syariah, instrument konvensional tetap berjalan malah sistem konvensional yang lebih banyak berjalan. Tetapi setidaknya sudah ada usaha untuk menuju kearah syariah walaupun bertahap dan kadang tertatih-tatih. Sebagian besar negara non-Muslim yaitu negara industri dan berkembang mendasarkan prosedur operasional kebijakan moneter pada transmisi suku bunga. Suku bunga yang paling banyak diterapkan sebagai target operasional adalah suku bunga pasar uang (interbank) dengan tenor waktu jangka pendek (overnight).
Penerapan bunga jelas bertentangan dengan syariah, bunga adalah riba yang secara tegas dilarang dalam nash al-Qur’an. Tujuan pelarangan dalam syariah adalah untuk menghindari kemudharatan. Jika mayoritas negara non-Muslim masih menerapkan bunga, mereka belum menyadari akan mudharat yang ditimbulkan oleh sistem ini, tetapi banyak juga negara non- Muslim yang menerapakan instrument syariah walaupun dalam kapasistas yang masih kecil.
Penerapan interest rate tidak menyentuh sektor riil, menerapkan sistem bunga hanya akan menciptakan gelembung yang suatu saat nanti akan meletus.

A. KESIMPULAN
Dalam Islam baik mazhab iqtishaduna, mainstrean maupun alternative menyatakan bahwa permintaan uang hanya dipengaruhi oleh dua motive yaitu transaksi dan berjaga-jaga. Motive berjaga-jagapun sebaiknya diminimalisir sehingga motive transaksi sebagai motive utama dalam Islam. Perbedaan mereka terletak pada variable yang mempengaruhi prilaku transaksi dan berjaga-jaga.
Pada intinya, manajemen moneter dalam konsep Islam adalah terciptanya stabilitas permintaan uang dan mengarahkan permintaan uang tersebut kepada tujuan yang penting dan produktif sehingga instrumen yang akan mengarahkan kepada instabilitas dan pengalokasian sumber dana yang tidak produktif akan ditinggalkan.
Dalam teori endogenous uang dalam Islam, tidak menjadikan uang sebagai variable yang aksioner dalam kebijakan moneternya. Uang hanyalah representasi saja dari pegerakan dan pertumbuhan sektor riil. Segala kebijakan kebijakan untuk mempengaruhi sektor ekonomi selalu dimulai dari sisi sektor riil bukan sektor moneter.

DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2007
Aulia Poha, Kerangka Kebijakan Moneter dan Implementasinya di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008
Nurul Huda, dll, Ekonomi Makro Islam, Ekonomi Makro Islam; Pendekatan Teoritis, Jakarta: Predana Media Group, 2008
Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, Teori Ekonomi Makro Suatu Pengantar , Jakarta: LPFEUI, 2005, Edisi Ketiga
Rimsky K. Judisseno, Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia, Jakarta : Gramedia, 2002
Rudiger, dll, Makro Ekonomi, Edisi Bahasa Indonesia, Jakarta: PT Media Global Edukasi, 2001
Soediyono Reksoprayitno, Ekonomi Makro Analisis IS-LM dan Permintaan Penawaran Agregatif, Yogyakarta: BPFE, 2000
Tedy Herlambang, dll, Ekonomi Makro; Teori, Analisis dan Kebijakan, Jakarta: PT Gramedia, 2002
Wien’s Anorga, Kamus Istilah Ekonomi, Bandung: Penerbit M2S, 1993






SISTEM MONETER ISLAM
Fokus pembahasan
-Teori Permintaan dan Penawaran Uang-
-Instrumen kebijakan Moneter-
By : Gusniarti

I. PENDAHULUAN
Kebijaksanaan moneter adalah penggunaan variable instrumental oleh bank sentral untuk mempengaruhi pendapatan, kesempatan kerja dan tingkat harga. Dalam definisi lain sebagaimana yang dikemukakan oleh Prathama Rahardja dan Mandala Manurung dalam “Teori Ekonomi Makro” adalah upaya mengendalikan perekonomian makro ke kondisi yang diinginkan (yang lebih baik) dengan mengatur jumlah uang beredar. Kebijakan moneter meliputi semua tindakan pemerintah yang bertujuan mempengaruhi jalannya perekonomian melalui penambahan atau pengurangan jumlah uang yang beredar. Jadi kebijakan moneter adalah kebijakan pemerintah dalam mengatur jumlah uang beredar baik menambah atau memperbanyak untuk menstabilkan perekonomian. Pertumbuhan jumlah uang beredar sebaiknya mengikuti pertumbuhan ekonomi, sehingga secara tidak langsung dapat menekan tingkat pengangguran.
Sistem bunga dalam sektor perbankan tidak dibolehkan dalam perekonomian Islam. Sistem keuangan Islam menerapkan sistem pembagian keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing) bukan sistem bunga dengan penetapan kepastian return di muka. Besar kecilnya pembagian keuntungan yang diperoleh nasabah perbankan Syariah ditentukan oleh besar kecilnya pembagian keuntungan yang diperoleh bank dari kegiatan investasi dan pembiayaan yang dilakukan disektor riil. Hasil dari investasi dan pembiayaan yang dilakukan bank di sektor riil menentukan besar kecilnya pembagian keuntungan di sektor moneter. Jika investasi dan pembiayaan di sektor riil berjalan lancar, maka return pada sektor moneter juga meningkat, jadi kondisi sektor moneter sebenarnya cerminan dari dari sektor riil.
Kegiatan yang tinggi dalam bidang produksi dan perdagangan akan mempertinggi jumlah uang beredar, sedangkan perekonomian yang lesu akan berakibat rendahnya perputaran dan jumlah uang beredar. Pembahasan sistem moneter sangat luas, dalam makalah ini, penulis memfokuskan pembahasan pada teori permintaan dan penawaran uang serta instrumen kebijakan moneter. Berbicara tentang sistem moneter tidak terlepas dari permintaan dan penawaran uang itu sendiri baik oleh individu ataupun lembaga serta instrument moneter yang dijadikan tool untuk mengatur perekonomian berjalan lancar dan seimbang.

II. KERANGKA TEORI
A. TEORI PERMINTAAN
1. Teori Permintaan Uang Konvensional
a. Irving Fisher (Classic)
Teori permintaan uang klasik tercermin dalam teori kuantitas uang. Teori Kuantitas (The Quantity Theory of Money) beranalogi bahwa orang memegang uang untuk membeli barang dan jasa. Makin banyak transaksi berarti makin banyak uang yang diperlukan. Keberadaan uang pada hakikatnya adalah flow concept, artinya keberadaan ataupun permintaan terhadap uang tidak dipengaruhi oleh suku bunga. Besar kecil uang ditentukan oleh kecepatan perputaran uang (velocity of money). Teori kuantitas uang dirumuskan oleh Fisher dengan MV = PT . Kinerja di sektor riil merupakan cerminan di sektor moneter. Untuk mencapai keseimbangan maka permintaan uang harus sama dengan penawaran uang.
Hal yang terpenting pada konsep Fisher ini adalah:
 Uang (modal) adalah flow concept
• Money demand tergantung dari PT Y
• Motif memegang uang untuk transaksi
• No effect of interest rate
b. Marshall – Pigou (Cambridge)
Pada saat bersamaan Marshall dan Pigou dari universitas Cambridge juga mengembangkan formula yang hampir sama, namun pada hakikatnya berbeda. Formulasi berbeda versi Cambridge adalah:
M = k. PT
k = 1/v
M = 1/v PT
MV = PT
Walaupun secara matematis k dapat dipindahkan ke kiri atau ke kanan, akan menjadi MV = PT namun secara filosofi konsep ini berbeda. k pada persamaan di atas menyatakan demand for holding money untuk tingkat pendapatan tertentu. Keberadaan k sebagai turunan 1/v merupakan tingkat keinginan seseorang untuk menyimpan sebahagian kekayaannya. Semakin besar k semakin besar keinginan untuk memegang uang. Uang sebagai salah satu cara untuk menyimpan kekayaan. Ini berarti bahwa uang adalah stock concept. Oleh karena itu kelompok Cambrige menyatakan bahwa uang adalah salah satu cara menyimpan untuk menyimpan kekayaan (store of value).
c. Keynes ( Cambrige)
Mengembangkan teori Marshall dan Pigou tentang “Individual Choice”. Keinginan seseorang untuk mengatur uang dipengaruhi oleh tiga hal:
1) Transaction (transaksi) Mdtr = f (Y)
Permintaan uang meningkat dalam bentuk penggunaan pembayaran sehari-hari.
2) Precautionary (berjaga-jaga) Mdpre = f (Y)
Permintaan uang untuk berjaga-jaga dan kebutuhan mendadak
3) Speculation (spekulasi) Mdsp = f ( i )
Timbul akibat ketidapastian mengenai nilai uang dari aset lain yang dimiliki individu.
Jadi money demand dipengaruhi oleh pendapatan - Y ( hub. + ) dan interest- i (hub. - ) artinya semakin tinggi pendapatan maka permintaan akan uang untuk keperluan transaksi dan berjaga-jaga meningkat, berbanding terbalik dengan interest di mana semakin tingi interest, maka permintaan uang untuk spekulasi semakin kecil begitu pula sebaliknya.

2. Teori Permintaan dan Penawaran Uang dalam Islam
Landasan filosofi dari teori permintaan uang dalam Islam adalah bahwa Islam mengarahkan sumber-sumber daya yang ada untuk dialokasikan secara maksimum dan efesien. Beberapa mazhab dalam ekonomi Islam dalam hal ini:
a. Mazhab Iqtishaduna
1) Teori Permintaan Uang
Permintaan akan uang hanya ditujukan pada dua tujuan pokok yaitu transaksi dan berjaga. Secara matematik formula permintaan uang dapat ditulis sebagai berikut:
Md = Mdtrans + Mdprec
Permintaan uang untuk transaksi merupakan fungsi dari tingkat pendapatan seseorang dimana semakin tinggi pendapatan seseorang maka permintaan uang untuk memfasilitasi transaksi barang dan jasa juga meningkat. Fungsi permintaan uang untuk motif berjaga-jaga ditentukan oleh besar kecilnya harga barang tangguh untuk pembelian barang tunai.
Masing-masing fungsi dari permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga dapat kita tuliskan sebagai berikut:
Mdtrans = f (Y)+
Mdprec = f (Y+, Pt/Po-)
Dalam formula permintaan uang di atas dapat dijelaskan bahwa permintaan uang untuk transaksi dipengaruhi oleh pendapatan mempunyai koefisien positif artinya semakin tinggi pendapatan maka permintaan uang untuk transaksi juga semakin tinggi, sebaliknya semakin rendah pendapatan maka permintaan uang untuk transaksi juga semakin rendah. Pemintaan uang untuk berjaga-jaga merupakan fungsi dari pendapatan yang berkoefisien positif seperti motive transaksi dan Pt/Po (besarnya rasio future price dengan present price) yang berkoefisien negative artinya apabila harga bayar tangguh meningkat maka permintaan uang untuk motive precautionary menurun, begitu juga sebaliknya. Apabila harga tangguh meningkat maka akan mengurangi permintaan uang kas riil karena orang lebih senang memegang barang yang harganya meningkat di masa mendatang daripada memegang dalam wujud uang kas.
Meningkatnya permintaan uang untuk transaksi akan meningkatkan velositas daripada uang (V naik). Selanjutnya dengan meningkatnya velositas uang akan mengakibatkan meningkatnya harga bayar tangguh (Pt/Po). Meningkatnya rasio harga bayar tangguh (Pt/Po) akan mengurangi permintaan uang untuk motive precautionary. Berkurangnya permintaan uang untuk motive precautionary berarti meningkatnya permintaan uang untuk motive transaction. Lebih sederhana bisa dilihat dalam chart di bawah ini:
Mdtrans ↑ → V ↑ → Pt/Po ↑ → Mdprec↓→Mdtrans↑
Dalam sebuah grafik dalam dijelaskan bahwa permintaan uang mempunyai kemiringan negative berslope ke kanan. Pergerakan sepanjang kurva ( titik a ke titik b) pada kurva Md1 dipengaruhi oleh perubahan-perubahan harga pada Pt/Po. Sedangkan pergeseran kurva dari Md1 ke Md2 diakibatkan karena adanya perubahan-perubahan pada variable exogen, seperti peningkatan export dan impor, hari raya, dll.
Pt/Po
Md
2) Penawaran Uang (Money Supply)
Pandangan utama dari mazhab ini adalah banwa jumlah uang yang beredar elastis sempurna, di mana pemerintah sebagai otoritas moneter tidak mampu mempengaruhi jumlah uang beredar. Pendapat ini berdasarkan refleksi gambaran ekonomi pada masa Rasulullah saw. Pada masa Nabi saw, mata uang yang beredar adalah Dinar dari Roma dan Dirham dari Persia. Tinggi rendahnya permintaan akan dinar dan dirham tergantung dari perdagangan barang dengan luar negeri. Jika permintaan akan uang naik, maka dinar akan diimpor dengan cara pasar melakukan ekspor barang ke Roma (untuk mendapatkan dinar) atau ke Persia (untuk mendapatkan dirham). Namun jika permintaan uang turun, impor barang dari luar negerilah yang akan diakukan.
Perdagangan yang bebas cukai, relatif kecil wilayahnya, perdagangan relatif baik serta adanya kesamaan antara nilai instrinsik dan nilai nominalnya mengakibatkan pemerintah tidak mampu untuk mengendalikan jumlah uang beredar. Ini juga didukung tidak adanya bank sentral yang melakukan percetakan uang pada masa Rasulullah saw.

b. Mazhab Mainsteram
1) Permintaan Uang
Seperti halnya mazhab pertama di mana permintaan uang dalam Islam hanya dikategorikan dalam dua hal yaitu permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga. Perbedaan baru terlihat pada variable yang mempengaruhi prilaku permintaan untuk motive precautionary. Pengenaan pajak pada aset produktif yang menganggur merupakan strategi utama yang digunakan oleh mazhab ini. Pajak atas aset yang menganggur atau dues of idle fund bertujuan untuk mengalokasikan setiap sumber dana yang ada pada kegiatan produktif. Secara matematis, permintaan uang untuk mazhab ini dapat dirumuskan :
Md = Mdtran + Mdprec
Mdtran = f ( Y )
Mdprec =f (Y+, µ-)
µ = dues of idle of fund (pengenaan pajak terhadap aset yang menganggur). Permintaan uang untuk precautionary motive berkoefesien negative artinya semakin tinggi nilai µ, semakin kecil permintaan akan uang untuk motif berjaga-jaga karena biaya resiko untuk membayar pajak terhadap uang tunai tersebut menjadi naik. Dalam kondisi seperti ini seseorang akan berusaha memperkecil pajak yang dia bayarkan kepada pemerintah dengan cara mengurangi kekayaan yang idle.
Semakin tinggi nilai µ maka velocity of money juga meningkat. Peningkatan velocity of money akan mnegurangi permintaan uang untuk berjaga-jaga dan sekaligus meningkatkan permintaan uang untuk transaksi. Peningkatan uang yang digunakan untuk transaksi dan investasi akan berdampak pada peningkatan nasional. Dalam chart bisa kita lihat:
µ↑ → Mdprec↓ → Mdtrans↑ → V↑ → Y↑

2) Penawaran Uang
Penawaran uang menurut mazhab ini sepenuhnya dikontrol oleh negara sebagai monopoli dari penerbitan uang yang sah (legal tender). Keberadaan Bank Sentral adalah untuk menerbitkan mata uang dan menjaga nilai tukarnya agar dapat berada pada nilai yang stabil. Kurva penawaran uang yang inelastis sempurna dapat digambarkan sebagai berikut;
µ




Ms
0 Ms2 Ms1
Bentuk kurva Ms tegak lurus dari dengan garis horizontal Ms, artinya pergerakan Ms1 dari dan ke Ms2 tidak dipengaruhi oleh pergerakan oleh nilai µ, melainkan oleh variable exogen di luar sistem itu, dalam hal ini bank sentral sebagai pemegang otoritas moneter. Sedangkan pergerakan µ hanya akan berdampak pada pergerakan sepanjang kurva Ms.
Suatu kondisi penting bagi keseimbangan uang adalah permintaan uang sama dengan penawaran uang artinya Md = Ms. Jika terjadi kelebihan permintaan uang, maka instrumen yang digunakan yang digunakan pada tingkat yang stabil adalah menaikkan biaya atas aset yang menganggur (µ). Jika terjadi kelebihan permintaan uang berarti banyak uang yang idle. Kebijakan menaikkan µ akan berdampak pada kenaikan permintaan uang untuk transaksi investasi dan konsumsi
c. Mazhab Alternative
1) Permintaan Uang
Permintaan uang dalam mazhab ini sangat erat kaitannya dengan konsep endogenous uang dalam Islam. Teori endogenous uang dalam Islam secara sederhana dapat kita artikan bahwa keberadaan uang pada hakikatnya adalah respesentasi dari volume transaksi yang ada dalam sektor riil. Islam menganggap bahwa perubahan nilai tambah ekonomi tidak dapat didasarkan semata-mata pada perubahan waktu. Nilai tambah uang terjadi jika dan hanya dimanfaatkan secara ekonomis selama uang tersebut dipergunakan. Nilai tambah uang dan jumlahnya hanyalah representasi dari perubahan dan pertambahan di sektor riil. Menurut Choudhury, permintaan uang adalah representasi dari keseluruhan kebutuhan transaksi di sektor riil. Semakin tinggi kapasitas dan volume transaksi di sektor riil, maka permintaan uangpun meningkat. Permintaan uang sebagai manifestasi dari aktual kapasitas sektor riil adalah penjumlahan total permintaan uang oleh individu atau lembaga keuangan. Variable variable yang mempengaruhinya adalah ratio profit sharing antara shabihul maal dan mudharib yang berkoefesien positif, di mana semakin tinggi semakin tinggi tingkat rb maka individu akan termotivasi untuk menginvestasikan uangnya disektor riil. Pendapatan riil (y) berkoefesien positif artinya semakin tinggi pendapatan maka semakain tinggi permintaan uang untuk motive transaksi. Harga-harga atau inflasi mempunyai hubungan berbanding terbalik dengan banyaknya permintaan uang, semakin tinggi harga maka orang akan lebih cendrung untuk menyimpan kekayaan dalam bentuk benda. Total pengeluaran keuangan nasional (S) berkoefesien positive dalam arti kata semakin tinggi S , maka semakin tinggi permintaan uang untuk motive transaksi. Begitu juga dengan kebijakan pemerintah dalam regulasi dan kondisi sosial ekonomi berkoefesien positive. Tiap – tiap variable harus diketahui kondisinya secara objektif oleh masyarakat. Kualitas pengetahuan akan mempengaruhi besarnya permintaan uang yng dinginkan oleh pelaku ekonomi. Secara matematis rumusannya:
Md = f (rb+, y+, p-, S+, X+, Y+) [ Ѳ ]
.rb = ratio profit sharing antara shahibul maal dan mudharib.
.y = pendapatan riil
P = tingkat harga-harga atau inflasi
S = Total keuangan pengeluaran nasional
X = sosial ekonomi
Y = Kebijakan pemerintah dalam regulasi ekonomi
Ѳ = Induced knowledge (pengetahuan masyarakat akan kondisi
objektif tiap-tiap variable)
2) Penawaran Uang
Keberadaan uang pada dasarnya terintegrasi dalam sistem sosial ekonomi yang berlaku sehingga value atau jumlah uang bukanlah variable utuh yang berdiri sendiri tetapi terintegrasi dalam sebuah sistem yang komplek menjadikan uang tidak independen atau bukanlah variable exogenous.
Dalam teori endegenous uang, instrument yang digunakan untuk mempertemukan fungsi penawaran dan permintaan uang adalah variable yang mampu merefleksikan kondisi sebuah perekonomian. Semakin prospek dan bagus sektor riil, maka variable ini akan bergerak naik. Variable tersebut adalah tingkat keuntungan rata-rata dari semua investasi mudharabah atau musyarakah. Variable ini dipandang mampu untuk merefleksikan tingkat perkembangan perekonomian di sektor riil. Keseimbangan antara petumbuhan volume uang dengan pertumbuhan volume perekonomian di sektor riil menjadi sumber inspirasi bagi teori endogenous uang.
Penawaran uang dipengaruhi oleh actual spending demand dalam kebutuhannya untuk transaksi di pasar barang dan jasa. Ms hanya representasi dari Md, maka variable-variable yang mempengaruhi Ms tidak jauh berbeda dengan Md. MS adalah fungsi dari:
Ms = f (π+, y+, p+, S+,R-, X+, Y+) [ Ѳ ]
π = profit rate
R = Reseve requirement
.y = pendapatan riil
P = tingkat harga-harga atau inflasi
S = Total keuangan pengeluaran nasional
X = sosial ekonomi
Y = Kebijakan pemerintah dalam regulasi ekonomi
Ѳ = Induced knowledge (pengetahuan masyarakat akan kondisi
objektif tiap-tiap variable)
Dari variable di atas, bisa dilihat bahwa hanya variable R yang mempunyai hubungan negative. Semakin tinggi R, maka maka dana pihak ketiga yang harus disimpan bank umum meningkat sehingga penawaran uang di pasar akan turun.
Kondisi objektive pasar akan tercipta jika tiap individu dalam pengambilan keputusan ditentukan oleh informasi aktual bukannya ekspektasi subjektif seorang individu.Kondisi kesehatan ekonomi yang diukur dari seberapa besar pelaksanaan sistem syariah yang telah dilakukan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan objektivitas muncul dari preferensi tiap individu. Md akan menentukan level Ms dan keduanya akan secara bersama-sama akan bergerak menuju tingkat keseimbangan. Syarat mutlak adanya pergerakan Md dan MS adalah adanya transformasi pengetahuan oleh pelaku ekonomi.

3. Perbandingan
Lebih jelas bisa kita lihat perbandingan dalam tabel di bawah ini:
Keterangan KONVENSIONAL MAZHAB DALAM EK. ISLAM
Aliran /Mazhab Irving Fisher Marshall-Pigou Keynes Iqtishaduna Mainstream Alternative
Motive MD Transaction
Precautionary Transaction
Precautionary Transaction
Precautionary
Speculation Transaction
Precautionary Transaction
Precautionary Transaction
Precautionary

Money Concept Flow Concept Stock Concept Stock Concept Flow Concept Flow Concept Flow Concept
Rumus MV=PT MV=k. PT MV=k.PT MV=PT MV=PT MV=PT
Fungsi dari MD Mdtr = f (Y+)
Mdpre = f (Y+)
Mdtr = f (Y+)
Mdpre = f (Y+)
Mdtr = f (Y+)
Mdpre = f (Y+)
Mdsp = f ( i-)
Mdtr = f (Y+)
Mdpre = f (Y+,pt/po-)
Mdtr = f (Y+)
Mdpre = f (Y+, µ- )
Md = f (rb+, y+, p-, S+, X+, Y+) [ Ѳ ]


Fungsi dari MS Not discuss in this paper Not discuss in this paper Not discuss in this paper Pasar Pemerintah Ms = f (π+, y+, p+, S+,R-, X+, Y+) [ Ѳ ]



B. INTRUMEN KEBIJAKAN MONETER
1. Instrument Kebijakan Moneter Konvensional
Bank Sentral selaku pelaksana kebijakan moneter, menjalankan kebijakan yang bersifat kuantitatif (quantitative control policy) dan kualitatif (qualitative control policy). Instrumen-instrumen yang yang biasa digunakan dalam menjalankan kebijakan kuantitatif adalah:
a. Pengaturan tingkat bunga dan diskonto (rediscount rate policy)
Kebijakan moneter yang dilakukan Bank Sentral untuk mengontrol jumlah uang beredar (JUB) dengan cara menaikkan atau menurunkan tingkat bunga atau tingkat diskonto (tingkat bunga yang ditetapkan oleh Bank Sentral kepada bank-bank umum terhadap penjualan surat-surat berharga yang likuiditasnya tinggi). Ini akan mempengaruhi tingkat bunga pinjaman bank-bank umum kepada masyarakat.
Dalam kondisi tertentu, bank-bank mengalami kekurangan uang, sehingga mereka harus meminjam kepada Bank Sentral. Kebutuhan ini dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengurangi atau menambah jumlah uang beredar.
Jika JUB di masyarakat terlalu banyak, maka Bank Sentral akan menaikkan discount rate-nya tehadap bank-bank umum untuk membatasi niat masyarakat melakukan pinjaman sehingga diharapkan JUB tidak bertambah lagi dan bahkan bisa ditekan dengan masuknya dana masyarakat ke bank. Jika di rasa JUB terlalu sedikit maka pemerintah melalui Bank Sentral akan melakukan kebijakan moneter dengan menurunkan tingkat bunga bank dan atau tingkat diskonto, dengan harapan daya beli masyarakat (purchase power) bertambah dengan adanya tingkat bunga pinjaman yang rendah. Naik turunnya tingkat diskonto dan bunga mempunyai implikasi langsung terhadap kebijakan operasi pasar terbuka (open market operation).
b. Pengaturan operasi pasar (open market operation - OMO).
Pemerintah mengendalikan uang beredar dengan cara menjual atau membeli surat-surat berharga milik pemrintah. Jika ingin mengurangi jumlah uang beredar, maka pemerintah menjual surat-surat berharga (open market selling). Dengan demikian uang yang ada dalam masyarakat mengalir ke otoritas moneter, sehingga jumlah uang beredar berkurang. Jika ingin menambah jumlah uang beredar, maka pemerintah membeli kembali surat-surat berharga tersebut (open market buying).
Di Indonesia operasi pasar terbuka dilakukan dengan menjual atau membeli Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU). Jika ingin mengurangi jumlah uang beredar pemerintah menjual SBI dan SBPU.
c. Rasio Cadangan Wajib ( Reserves Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib juga juga dapat mengubah jumlah uang beredar. Jika rasio cadangan wajib diperbesar, maka kemampuan bank memberikan kredit akan lebih kecil dari sebelumnya. Pemerintah dapat mengontrol kelebihan JUB dengan menaikkan atau menurunkan tingkat RR-nya, karena semakin besar tingkat RR, akan mengakibatkan cadangan yang dapat disalurkan kepada asyarakat semakin kecil. Sebaliknya semakin kecil tingkat RR akan mengakibatkan cadangan yang dapat disalurkan kepada masyarakat semakin besar.
d. Imbauan Moral (Moral Persuasion)
Imbauan moral adalah pendekatan kualitatif yang dilakukan dengan mengadakan pendekatan langsung kepada bank-bank umum, dengan turut mengawasi kebijakan bank-bank umum dalam memberikan pinjaman kepada para nasabahnya agar lebih selektif. Seperti Gubernur BI dapat memberikan saran agar berhati-hati dengan kreditnya.

2. Instrument Moneter Islam
a. Mazhab Iqtishaduna
Tidak diperlukan suatu kebijakan moneter diakrena hampir tidak adanya sistem perbankan dan minimnya pengunaan uang. Jadi tidak ada alasan yang memadai untuk malakukan perubahan-perubahan dalam penawaran uang (Ms). Selain itu kredit tidak mepunyai peran dalam dalam penciptaan uang, karena kredit hanya digunakan di antara para pedagang saja serta peraturan pemerintah tentang surat peminjaman dan instrumen negosiasi yang dirancang sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan sistem kredit menciptakan uang. Sistem yang diterapkan oleh pemerintah yang berhubungan dengankonsumsi, tabungan dan investasi telah menciptakan instrumen otomatis untuk pelaksanaan kebijakan moneter.
b. Mazhab Maintream
Instrumen yang digunakan untuk mempengaruhi Permintaan Agregative adalah dues of idle fund. Peningkatan dues of idle fund akan mengalihkan permintaan uang yang sedianya ditujukan untuk penimbunan uang/aset yang produktif kepada tujuan uang yang akan meningkatkan produktivitas uang tersebut di sektor riil sehingga investasi meningkat. Peningkatan investasi berdampak pada peningkatan Permintaan Agregative, sehingga keseimbangan umum yang baru akan berada pada tingkat pendapatan nasionla yang lebih tinggi.

c. Mazhab Alternative
Sistem kebijakan moneter yang diajurkan oleh mazhab alternative adalah syuratiq process yaitu di mana suatu kebijakan yang diambil oleh otoritas moneter berdasarkan musyawarah sebelumnya dengan otoritas sektor riil. Jadi keputusan – keputusan kebijakan moneter yang dituang dalam bentuk instrumen moneter biasanya adalah harmonisasi dengan kebijakan-kebijakan di sektor riil.
Kebijakan di sektor moneter adalah derivasi dari sektor riil dan harmonisasi dengan sektor riil. Harmonisasi antara sektor riil dan moneter akan menghasilkan suatu kurva jangka panjang dari Ms dan Md yang berbentuk seperti jalinan tambang yang harmonis dengan pertumbuhan pendapatan nasional (Y).
Jika terjadi peningkatan Permintaan Agregative sebagai akibat dari peningkatan-peningkatan pada konsumsi, atau net export, atau tingkat investasi atau tingkat belanja pemerrintah, maka akan terjadi kenaikan permintaan uang (Md 1 ke Md 2) di pasar uang. Responnya otoritas moneter akan meningkatkan penawaran uang dari Ms1 ke Ms2 (kebijakan yang harmonis dengan sektor riil). Jika kemudian terjadi lagi peningkatan permintaan uang (Md), amak otoritas moneter akan merespon hal yang sama yang meningkatkan lagi penawaran uang (Ms). Bisa digambarkan dengan ilustrasi grafis sebagaimana di bawah ini seperti tambang yang melilit dan berslope positive.
Expected Return
Ms1 Ms2 Ms3

Md = Ms in the long run


Md1 Md2 Md3

Money


III. ANALISIS PENERPAN DI NEGARA MUSLIM DAN NON-MUSLIM
1. Negara Muslim
Aplikasi Instrumen moneter syariah yang diterapkan di negara Muslim seperti Iran dan Sudan :
A. Iran
Iran adalah satu-satunya negara yang menerapkan sistem perekonomian dengan mengacu kepada pemikiran teori pemikiran ekonomi Islam Mazhab Iqtishaduna. Banyak modifikasi yang dilakukan oleh otoritas moneter di Iran terhadap sistem perbankannya agar tetap kompetitif di era persaingan global ini. Berikut instrument yan dipakai
1. Reserve Requirement Ratio. Rasio cadangan dari 10% sampai 30%, biasanya digunakan untuk menarik dana yang dianggurkan yang secara secara potensial dapat digunakan dala peningkatan likuiditas.
2. Adjusted Open Market Operation.
3. Discount Rates. Karena adanya pelarangan riba, maka instrumen ini tidak digunakan seluas konvensional. Discounting ini terjadi pada sekuritas yang berdasarkan pada transaksi riil.
4. Credit Ceiling.
5. Minimun Expecting Profit Ratio of Bank dan Bank’s share of Profit in Various Contract.
B. Sudan
Instrument-instrument yang digunakan oleh Bank Central Sudan dalam operasionalnya:
1. Reserve Requirement. RR paling kurang disediankan 20% (10% untuk simpanan mata uang asing).
2. Bank-bank komersial harus mencapai dan memelihara rasio likuiditas sebesar 10% dari dana giro dan tabungan dalam bentuk mata uang lokal.
3. Plafon kredit 90% diprioritaskan pada:
a. Pertanian
b. Ekspor
c. Perindustrian
d. Pertambangan dan energi
e. Transfortasi dan peegudangan
f. Profesionalisme, pengrajin, dan bisnis keluarga kecil
g. Perumahan rakyat.
h. Investasi pada pasar saham resmi Khartoum.
4. Marjin keuntungan minimum murabahah 10% - 50%.
5. Penyertaan minimum nasabah untuk perjanjian musyarakah sebgai alat untuk mengatur jumlah ketersediaan sumber daya untuk kredit.
6. Aturan kredit kualitatif dan kuantitatif.
a. Minimum 50% dari kredit diberikan kepada daerah rural.
b. Kredit tidak diberikan kepada orang atau institusi yang gagal sebelumnya.
c. Seluruh kredit harus dipastikan memenuhi ketentuan syariah.
7. Foreign Exchange Operation
8. OMO dengan menggunakan instrumen
a. Central Bank Musharaka Certificate (CMC).
b. Goverment Musharaka Certificate (GMC).
9. Ijarah Sertificate (Sukuk). Sukuk ini merepresentasikan tiga perjanjian dasar:
a. Perjanjian pembelian aset
b. Perjanjian sewa menyewa.
c. Perjanjian penjualan aset.
C. Indonesia
BI dalam menjalankan fungsi bank sentralnya mempunyai instrument sebagai syariah di antaranya (di samping instrument konvensional):
a) Giro Wajib Minimum.
Dalam pelaksanaannya besaran GWM adalah 5% dari pihak ketiga yang berbentuk rupiah dan 3% yang berbentuk mata uang asing.
b) Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah (Sertifikat IMA)
c) Sertifikat Wadiah Bank Indonesia - SWBI (sekarang menjadi Sertifikat Bank Indonesia Syariah – SBIS)
d) Dll
D. Negara Non Muslim
Instrument moneter utama yang digunakan di negara-negara non-Muslim:
Negara Operating Target Instrument Utama

Emerging Economies
Brasil Overnight interbank rate (SELIC) Open Market Operation (OMOs) menggunakan Treasury Bonds atau bonds yang dikeluarkan oleh bank sentral
Cile Real Overnight interbank rate tied to CPI with 20-day lag OMOs melalui penerbitan central bank , paper and repos
Kolombia Overnight repo rate OMOs withrepos and goverment securities
Ceska Two weekinterbank rate Daily two-week repo operations
Israel Interest rate on short-term loans to and deposit from banks Fixed-term and daily auctions for deposit from banks, overnight discount window loan to banks, and OMOs with treasury bills
Hongaria Short-term interbank rate Weekly auctions of two week central bank deposits and three months central bank bills
Hongaria Short-term interbank rate Weekly auctions of two week central bank deposits from banks, overnight discount window loans to banks, and OMOs with treasury bills
Korea Overnight interbank rate OMOs with goverment securities
Meksiko Aggregate commercial bank current account balance with the central bank OMOs with goverment or central banks securities
Polandia 28-day National Bank of Poland bill rate OMOs with central bank bills
Afrika Selatan Overnight interbank rate OMOs with goverment securities
Thailand Two-week repo rate OMOs with repos

Negara Industri
Australia Overnight interbank rate OMOs with repos and outright transactions and foreign exchange swaps
Kanada Overnight rate Operating band enforced through standing fasilities.
Finlandia Short-term money market rate OMOs with goverment securities (monthly repos and outright OMOs)
Iceland Short-term money market rate OMOs with respons and outright transactions and foreign exchange swaps
Norwegia Overnight interbank rate OMOs with fixed rate deposits and fixed rate collateralized loand
Spanyol Overnight interbank rate OMOs with goverment securities and central bank paper
Swedia Overnight interbank rate OMOs with repos
United Kingdom Overnight interbank rate OMOs with repos

E. Analisis
Di beberapa negara Muslim seperti Iran, Sudan dan Indonesia belum sempurna penerapan instrumen syariah. Instrument syariah baru usaha untuk mensyariah secara bertahap belum secara kaffah. Negara – negara ini belum bisa terlepas sepenuhnya dari sistem kovensional. Apalagi Indonesia, di samping instrument syariah, instrument konvensional tetap berjalan malah sistem konvensional yang lebih banyak berjalan. Tetapi setidaknya sudah ada usaha untuk menuju kearah syariah walaupun bertahap dan kadang tertatih-tatih. Sebagian besar negara non-Muslim yaitu negara industri dan berkembang mendasarkan prosedur operasional kebijakan moneter pada transmisi suku bunga. Suku bunga yang paling banyak diterapkan sebagai target operasional adalah suku bunga pasar uang (interbank) dengan tenor waktu jangka pendek (overnight).
Penerapan bunga jelas bertentangan dengan syariah, bunga adalah riba yang secara tegas dilarang dalam nash al-Qur’an. Tujuan pelarangan dalam syariah adalah untuk menghindari kemudharatan. Jika mayoritas negara non-Muslim masih menerapkan bunga, mereka belum menyadari akan mudharat yang ditimbulkan oleh sistem ini, tetapi banyak juga negara non- Muslim yang menerapakan instrument syariah walaupun dalam kapasistas yang masih kecil.
Penerapan interest rate tidak menyentuh sektor riil, menerapkan sistem bunga hanya akan menciptakan gelembung yang suatu saat nanti akan meletus.

A. KESIMPULAN
Dalam Islam baik mazhab iqtishaduna, mainstrean maupun alternative menyatakan bahwa permintaan uang hanya dipengaruhi oleh dua motive yaitu transaksi dan berjaga-jaga. Motive berjaga-jagapun sebaiknya diminimalisir sehingga motive transaksi sebagai motive utama dalam Islam. Perbedaan mereka terletak pada variable yang mempengaruhi prilaku transaksi dan berjaga-jaga.
Pada intinya, manajemen moneter dalam konsep Islam adalah terciptanya stabilitas permintaan uang dan mengarahkan permintaan uang tersebut kepada tujuan yang penting dan produktif sehingga instrumen yang akan mengarahkan kepada instabilitas dan pengalokasian sumber dana yang tidak produktif akan ditinggalkan.
Dalam teori endogenous uang dalam Islam, tidak menjadikan uang sebagai variable yang aksioner dalam kebijakan moneternya. Uang hanyalah representasi saja dari pegerakan dan pertumbuhan sektor riil. Segala kebijakan kebijakan untuk mempengaruhi sektor ekonomi selalu dimulai dari sisi sektor riil bukan sektor moneter.

DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2007
Aulia Poha, Kerangka Kebijakan Moneter dan Implementasinya di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008
Nurul Huda, dll, Ekonomi Makro Islam, Ekonomi Makro Islam; Pendekatan Teoritis, Jakarta: Predana Media Group, 2008
Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, Teori Ekonomi Makro Suatu Pengantar , Jakarta: LPFEUI, 2005, Edisi Ketiga
Rimsky K. Judisseno, Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia, Jakarta : Gramedia, 2002
Rudiger, dll, Makro Ekonomi, Edisi Bahasa Indonesia, Jakarta: PT Media Global Edukasi, 2001
Soediyono Reksoprayitno, Ekonomi Makro Analisis IS-LM dan Permintaan Penawaran Agregatif, Yogyakarta: BPFE, 2000
Tedy Herlambang, dll, Ekonomi Makro; Teori, Analisis dan Kebijakan, Jakarta: PT Gramedia, 2002
Wien’s Anorga, Kamus Istilah Ekonomi, Bandung: Penerbit M2S, 1993

Tidak ada komentar: